Beritatruk – Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) menolak usulan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk membatasi penggunaan bahan bakar minyak bersubsidi jenis solar terhadap truk barang dengan roda lebih dari empat.
Daripada dibatasi, pengusaha truk logistik lebih memilih subsidi solar dihapus dan beralih menggunakan solar industri sebab pembatasan BBM itu akan menghambat operasional truk.
“Pengusaha truk justru lebih setuju jika subsidi BBM jenis solar dihapuskan saja, dan truk logistik sebaiknya menggunakan harga BBM industri, ketimbang menggunakan BBM solar subsidi tapi dibatasi jumlahnya,” kata Ketua Umum DPP Aptrindo Gemilang Tarigan, Selasa (16/7/2019).
Menurut dia, subsidi solar selama ini tidak tepat sasaran lantaran yang menikmati subsidi tersebut bukan pengusaha angkutan truk logistik, melainkan justru dinikmati pengguna truk atau pemilik barang karena tarif angkutnya murah.
“Perusahaan truk tidak menikmati subsidi BBM solar itu, karena tarif angkut barang selalu mengacu pada harga BBM yang digunakan. Jadi sebaiknya industri logistik tidak perlu lagi disubsidi, diserahkan saja pada mekanisme pasar,” ujar Gemilang.
Dia mengungkapkan Aptrindo sudah menyampaikan langsung pandangan itu dalam rapat bersama stakeholders terkait di kantor BPH Migas pada Selasa (16/7/2019). Rapat tersebut juga diikuti PT Pertamina (Persero), PT AKR Corporindo Tbk, dan DPP Hiswana Migas.
Over Kuota
Dalam rapat itu, BPH Migas menyampaikan perlunya pembatasan volume penggunaan solar bersubsidi terhadap truk barang dengan roda lebih dari empat mengingat ada potensi over kuota penggunaan BBM tertentu/JBT (solar subsidi).
“Bahkan BPH Migas menyampaikan bahwa kuota tahun ini hanya cukup untuk pemakaian sampai Oktober atau hanya cukup untuk tiga bulan saja. Makanya dinilai perlu pembatasan penggunaan JBT solar subsidi,” ungkap Gemilang.
Dalam rapat itu juga terungkap usulan agar BPH Migas menyurati Pertamina untuk memberikan batasan pendistribusian kepada pengguna BBM subsidi maksimum 200 liter per transaksi per hari. “Untuk truk yang melayani rute luar kota mana mungkin BBM dibatasi,” ungkap Gemilang.
Berdasarkan data BPH Migas, kuota JBT jenis minyak solar tahun 2019 secara nasional sebesar 14,5 juta KL (dicadangkan 500.000 KL), adapun realisasi Januari hingga 31 Mei 2019 mencapai 6,4 juta KL atau 45,73 KL dari kuota penetapan.
Berdasarkan realisasi tersebut, dimana realisasi seharusnya 41% dari kuota penetapan, apabila tidak dilakukan pengendalian pendistribusian JBT solar maka berpotensi terjadi over kuota 2019.
Apabila tidak diantisipasi, menurut BPH Migas, 498 kabupaten/kota berpotensi over kuota JBT solar dan 16 kabupaten/kota under kuota JBT solar pada tahun ini.
“Oleh karena itu kami lebih menginginkan JBT solar subsidi dihapuskan atau dicabut saja, dan operator truk menggunakan BBM industri,” kata Gemilang.