JAKARTA (beritatruk) : Hasil Revisi Undang-undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) harus dapat menjawab dukungan kebijakan dan ketersediaan sarana prasarana yang dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk berusaha di sektor transportasi angkutan barang.
Hal itu disampaikan Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) kepada Komisi V DPR RI saat dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan pegiat transportasi dan asosiasi pelaku usaha sektor transportasi, pada Senin (6/7/2020).
Pada kesempatan RDPU dengan Komisi V DPR RI itu, Ketua Umum DPP Aptrindo Gemilang Tarigan didampingi jajaran pengurus antara lain; Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi, Keanggotaan dan Kelembagaan Muis Thontawi, Wakil Ketua Umum DPP Aptrindo Koordinator DKI Jakarta Dharmawan Witanto, serta pengurus lainnya.
Gemilang Tarigan menyampaikan, UU No:22 tentang LLAJ pada dasarnya perlu direvisi dan disesuaikan karena UU tersebut belum mengakomodir perkembangan zaman dan mendukung terciptanya iklim investasi yang kondusif di sektor angkutan barang sebagai tulang punggung logistik nasional.
Ada tiga alasan yang dikemukan Aptrindo, mengenai perlunya revisi UU itu, yakni:
Pertama, saat ini teknologi transportasi semakin berkembang, tetapi pengawasan dan penindakan angkutan barang belum bisa menerapkan perkembangan teknologi Informasi dalam pengawasan dan penindakan (UU LLAJ belum mengaturnya),
Kedua, perlunya penguatan peran pemerintah dalam mendukung dan pemberdayaan pengembangan sarana angkutan barang (insentif) sebagai tulang punggung logistik nasional.
Ketiga, masih tingginya biaya logistik di indonesia yaknk 24,7 % dari PDB lantaran belum adanya Kepastian peran pemerintah untuk mengendalikan supply and demand angkutan, peningkatan standar kelas jalan (MST 10 ton menjadi MST 13 ton).
“Kondisi yang terakhit itu yang pada akhirnya mengakibatkan persaingan berusaha tidak sehat serta terjadinya kelebihan muatan dan dimensi,” tandas Gemilang.
Dalam RDPU tersebut, Aptrindo juga memyampaikan masukan atau usulan sejumlah pasal dalam RUU Revisi UU No:22/2009 tentang LLAJ itu. Berikut rinciannya :
1. Pasal 1
• Definisi yang jelas yaitu Angkutan jalan.
• Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum jangan di ubah menjadi badan usaha.
• Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengaturan, perekayasaan, pemberdayaan, dan pengawasan fasilitasperlengkapan Jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran Lalu Lintas.
2. Pasal 5
• Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi: perencanaan; pengaturan; perekayasaan; pemberdayaan pengamanan dan pengawasan.
• Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah urusan pemerintahan di bidang pendidikan berlalu lintas, oleh kementerian Negara yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
3. Pasal 7
• Tugas Pokok dan Fungsi Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah urusan pemerintah dalam pengembangan teknologi informasi Lalu Lintas dan dukungan Pengamanan dijalan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
4. Pasal 12
• Keberadaan Forum LLAJ saat ini kurang optimal karena tidak ada keterwakilan unsur Asosiasi-Asosiasi Angkutan Barang dan Orang yang terkait, maka memasukan unsur Asosiasi dalam forum itu sangat tepat.
5. Pasal 15
• Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan JalanNasional selain mempertimbangkan kebutuhan transportasi dan ruang kegiatan berskala nasionaltetapi harus mempertimbangkan kebutuhan logistik.
• Pentingnyamuatan Rencana Induk Jaringan LLAJ Nasional dan Jaringan Jalan Logistik.
6. Pasal 16
• Pentingya Muatan Rencana Induk Jaringan LLAJ Provinsi dan jaringan logistik provinsi.
7. Pasal 16
• Pentingnya Muatan Rencana Induk Jaringan LLAJ Kabupaten/Kota dan jaringan logistik kabupaten/kota.
8. Pasal 18
• Pengelompokan jalan di hapus dan pengaturan terkait Pengelompokan Jalanmenurut kelasJalan di atur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
9. Pasal 39
• Penyelenggara, pembangunan, dan pelaksanaan pengoperasian Terminal dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga.
10. Pasal 47
• Batas usia kendaraan jangan di atur dalam UU, karena batasan usia kendaraan bermotor bersifat teknis mengikuti perkembangan teknologi dan zaman
11. Pasal 49
• Uji type yang dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga tetapi penetapan biaya uji tipe tidak boleh membebani pihak pemilik kendaraan bermotor dan hasil uji type harus sesuai dengan daya dukung jalan.
12. Pasal 50
• Kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor dilaksanakan olehUnit pelaksana pengujian yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
13. Pasal 55
• Keterlibatan Petugasswasta yang memiliki kompetensi dibidang sarana dan prasarana LLAJ berwenang untuk pengujian yang dilakukan oleh unit pelaksana pengujian ATPM dan unit pelaksana pengujian swasta.
14. Pasal 78
• Pendidikan dan pelatihan mengemudi diselenggarakan oleh lembaga yang mendapatizin dan terakreditasi dari Pemerintah. Yakni Diklatoleh Kemendikbud dan Sertifikasi Profesi oleh BadanNasional Sertifikasi Profesi.
• Pentingnya Penyusunan NSPK diklat pengemudi.
15. Pasal 81
• Persyaratan pembuatan Surat Izin mengemudi dihapus karena menyulitkan dan yang terpenting kompetensiserta telah memiliki Sertifikat Pendidikan yang sah yang diakui oleh pemerintah.
16. Pasal 83
• Dengan memperhatikan syarat usia, setiap pengemudi kenderaan bermotor yang akan mengajukan permohonan harus memiliki Sertifikat Pendidikan yg sah yang diakui oleh pemerintah.
17. Bagian Kedua Analisis Dampak Lalu Lintas
• Bagian Analisis Dampak Lalu Lintas agar dihapus karena selama ini tidak berjalan, tumpang tindih dan telah menambah birokrasi karena Analisis Dampak Lalu Lintas telah di atur dalam UKL-UPL.
18. Pasal 137, 140, 142, 151, 159
• Adalah Angkutan orang dan/atau barangagar tetap dan jangan menambahkan angkutan online karena Pengaturan mengenai angkutan online memang bersifat terbatas, tidak bisa di kategorikan sebagai angkutan umum. Maka pengaturannya sudah pada penyelenggaranya (penyedianya). Serta sejalan dengan Putusan MK Nomor 41/PUU-XVI/2018, menurut MK, polemik angkutan online ini bukan permasalahan konstitusional.
19. Pasal 160
• Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum perlu diatur bentuk perizinan atau register untuk Angkutan Barang Umum sebagai fungsi pengawasan dari Pemerintah.
20. Pasal 162
• Kendaraan Bermotor yang mengangkut barang khusus tidak perlu mendapat rekomendasi dari instansi terkait.
21. Paragraf 4
• Pentingnya Standar Pelayanan Minimal Angkutan Barang.
22. Bagian Kelima tentang Angkutan Multimoda
• Pengaturan Angkutan Multimoda harus di hapus karena tidak efektif, telah menambah perizinan birokrasi dan menjadikan mahalnya biaya operasional.
23. Pasal 168
• Perusahaan Angkutan Umum yang mengangkut barang wajib membuat surat muatan barang sebagai bagian dokumen perjalanan dan dapat berbentuk elektronik.
24. Pasal 169
• Bahwa pengawasan muatan barang ada keterlibatan Pengemudi dan/atau Perusahaan Angkutan Umum barang dan/atau Pemilik Barang wajib mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi Kendaraan, dan kelas jalan.
• Bahwa pengawasan muatan barang harus dapat menggunakan teknologi Informasi dalam rangka mengurangi pungli
25. Pasal 169
• Bahwa pelaksana penimbangan yang di kerjasamakan dengan pihak ketiga tidak boleh membebani pihak pengguna.
26. Paragraf 5
• Izin Penyelenggaraan Angkutan Online karena Pengaturan mengenai angkutan online memang bersifat terbatas,tidak bisa di kategorikan sebagai angkutan umum. Maka pengaturannya sudah pada penyelenggaranya (penyedianya). Serta sejalan dengan Putusan MK Nomor 41/PUU-XVI/2018, menurut MK, polemik angkutan online ini bukan permasalahan konstitusional.
27. Pasal 184
• Ketentuan Tarif angkutan barang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Asosiasi Pengguna Jasa dan Asosiasi Penyedia jasa hal ini agar adanya pedoman (tarif bawah dan tarif atas) yang mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat yang dapat mengorbankan keselamatan serta untuk menarik investasi.
28. Pasal 185
• Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberikan subsidi angkutan pada trayek atau lintas tertentu. Subsidi di berikan tidak hanya untuk angkutan penumpang umum tetapi juga untuk angkutan barang dalam rangka memperlancar arus penumpang dan barang, guna mengurangi disparitas harga.
29. Pasal 188
• Perusahaan Angkutan Barang wajib mengganti tanggung kerugian barang yang di angkut maksimum 10 kali ongkos angkut atau sesuai dengan STC (standard trading condition).
30. Pasal 262
• Penyidik pegawai negeri sipil berwenang hanya melarang atau menunda pengoperasian Kendaraan Bermotor yang tidak memenuhi persyaratan teknisdan laik jalan.
• Penyidik pegawai negeri sipil berwenang melakukan penyitaan surattanda lulus uji ( tanpa melakukan penyitaan izin penyelenggaraaan angkutan umum) biar ada kepastian hukum.
31. Pasal 307
• Untuk di hapus karena Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) bukan tanggungjawab dari pengemudi, tetapi beban tanggung jawabnya ada pada pengusaha atau pemilik Kendaraan Bermotor Angkutan Umum.
• Sanksi yang dikenakan hanya sanksi administratif denda paling banyak sejumlah rupiah karena Merujuk pada Pasal 316 ayat (1) UU a quo, bahwa pasal 307 merupakan jenis pelanggaran. Mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan sebagaimana dimaksud merupakan pelanggaran administratif.
32. Pasal 308
• Bahwa pelanggaran yang bersifat administratif seharusnya di kenai sanksi administrative denda.
• Ayat terkait tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang dalam trayek dihapus karena Pelanggaran yang bersifat administratif seharusnya dikenai sanksi administratif.