JAKARTA (beritatruk) – Mulai hari ini, Senin (9/3) pengawasan dan penegakan hukum terhadap kendaraan ODOL di jalan tol sepanjang ruas jalan tol Tanjung Priok – Bandung diperketat, terutama di gerbang tol yang terindikasi banyak kendaraan ODOL melintas.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, penegakan hukum itu berdasarkan kesepakatan bersama antara Menteri Perhubungan, Menteri PUPR, Menteri Perindustrian, Kepala Polri, Organda, Aptrindo, dan asosiasi-asosiasi Industri pada 24 Februari 2020.
Kesepakatan tersebut, pertama, kebijakan Zero Over Dimension Over Load (ODOL) akan diberlakukan mulai 1 Januari 2023. Kedua, kebijakan Zero ODOL untuk ruas jalan tol Tanjung Priok sampai ke Bandung akan diberlakukan mulai 9 Maret 2020.
Ketiga, pelarangan truk ODOL di pelabuhan penyeberangan tetap berjalan, yaitu mulai 1 Februari 2020 diberlakukan tilang dan mulai 1 Mei 2020 dilakukan pelarangan naik ke atas kapal penyeberangan bagi kendaraan ODOL.
Keempat, toleransi kelebihan muatan mobil barang yang mengangkut bahan pokok dan barang penting tetap berlaku di jalan nasional.
Untuk melaksanakan poin kedua yang disampaikan Dirjen Budi tersebut, dilakukan pengawasan dan penegakan hukum di gerbang tol di sepanjang ruas jalan tol Jakarta – Bandung. Dari 187 gerbang tol, pengawasan diprioritaskan di 26 gerbang tol yang terindikasi banyak kendaraan ODOL melintas.
Dari 26 gerbang tol tersebut, di 13 gerbang tol yaitu gerbang tol Tanjung Priok 1, Koja, Kebon Bawang, Semper, Cakung, Rorotan, Cibitung, Cikarang Barat, Karawang Barat, Karawang Timur, Cikampek, Padalarang, dan Cileunyi akan dilakukan pengawasan over dimension dan over load menggunakan alat ukur dan alat timbang kendaraan portable.
Adapun di 13 gerbang tol lainnya yaitu gebang tol Gedong Panjang, Angke, Jelambar, Kapuk, Pluit, Ancol, Jembatan Tiga, Cikarang Timur, Kalihurip, Tol Timur, Jatiluhur, Sadang, dan Cileunyi dilakukan pengawasan over dimension
Sementara itu, Direktur Prasarana Transportasi Jalan Kemenhub M. Risal Wasal menjelaskan, pengawasan dilakukan 24 jam dibagi dalam 4 shift, dengan personel dari Korlantas, Polda Metro Jaya, Polda Jawa Barat, Biro Korwas PPNS Bareskrim, POM TNI AD, Ditjen Hubdat, Ditjen Bina Marga, BPJT, BPTJ, PT Jasa Marga, PT Cipta Marga Nusaphala Persada, PT Hutama Karya, PT Jasa Raharja, Dishub Propinsi DKI Jakarta, Dishub Jawa Barat, dan Dishub Kab/Kota sepanjang jalan tol Jakarta – Bandung.
“Di samping pengawasan di gerbang tol, dilakukan juga pengawasan di rest area KM 57A dan KM 62B oleh pihak kepolisian. Kendaraan yang melanggar ODOL akan ditilang. Selain ditilang, di beberapa lokasi kendaraan yang melanggar juga diperintahkan putar balik atau dikeluarkan dari jalan tol,” ungkapnya.
Sosialisasi
Selain pengawasan dan penegakan hukum, dilakukan sosialisasi melalui pembagian flyer di gerbang tol lainnya pada jalur Jakarta – Bandung, gerbang tol arah timur dan barat, kawasan industri, dan kawasan pelabuhan, serta pemasangan banner dan spanduk di rest area jalan tol dan juga sosialisasi melalui media sosial dan media lainnya.
Dirjen Budi mengatakan, ada beberapa langkah yang sudah dilakukan di lingkungan Kementerian Perhubungan. “Kita sudah mulai melaksanakan normalisasi kendaraan dan kita harapkan akan terus dilakukan karena bersamaan dengan itu kita juga melakukan kebijakan pada 2020 tidak ada lagi uji kir yang masih menggunakan buku kir,” ujarnya.
Semenjak 2020, buku kir sudah kita ganti dengan kartu, jadi kalau masih pakai buku kir apalagi di wilayah DKI Jakarta sudah pasti palsu. “Kalau mau melakukan uji kir, jangan pakai biro jasa karena biro jasa itu hanya menguntungkan operator dan menguntungkan biro jasanya karena mobilnya tidak dibawa ke tempat uji kir tapi bukunya tetap ada,” imbau Budi.
Dia menyampaikan bahwa persoalan buku kir palsu ini juga sudah ditemukan jalan keluarnya. Menurutnya untuk di Dinas Perhubungan DKI Jakarta saat ini sudah bisa sistem online dan dengan pembayaran langsung ke bank.
“Artinya tidak ada lagi pungli di tempat uji kir. Saya jamin itu karena saya sudah melihat sendiri. Kami juga sudah menyiapkan manakala pengusaha melakukan normalisasi kendaraan kami sudah menyiapkan regulasi yang tidak perlu menggunakan SRUT lagi tapi langsung dilakukan uji kir di Dinas Perhubungan,” tegasnya.
Bagi yang dimensi truknya lebih, dia mengajak untuk segera menormalisasi kendaraan sebagaimana Surat Keterangan Rancang Bangun (SKRB). “Setiap truk yang dibuat ada SKRB. Tapi oleh karoseri sering ditambah tingginya atau dimensinya,” ucap Dirjen Budi.
Dia menekankan, pihaknya bersama dengan pemangku kebijakan lainnya akan memulai perjalanan Menuju Indonesia Bebas Kendaraan Kelebihan Dimensi dan Kelebihan Muatan (ODOL) pada 1 Januari 2023, sesuai hasil pertemuan 24 Februari 2020.
“Di luar jalan tol, 7 komoditas yang dikecualikan masih boleh melintas tapi tidak boleh lebih dari 50% daya muatnya. Ini saatnya kita memulai membuktikan kepada masyarakat dan operator logistik bahwa kita serius untuk memberantas ODOL,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Hedi Rahardian menyatakan, ODOL memang masalah lama. “Ada beberapa hal mengapa kita bersikeras masalah ODOL ini, salah satunya adalah sebentar lagi kita akan banyak koneksi dengan jaringan jalan (negara) tetangga kita. Penting sekali kalau kita mengharmonisasi peraturan dan penerapan beban di jalan. ODOL ini multisektor dan kita sudah banyak pemikiran bagaimana cara menekan biaya logistik tanpa ODOL, salah satunya multi axle,” jelasnya.
Picu Kecelakaan
Selain biaya logistik dan beban jalan, permasalahan ODOL lainnya yang dihadapi Indonesia adalah kecelakaan yang dipicu oleh truk ODOL. Kepala Korlantas Polri Irjen Pol Istiono dalam acara tersebut menyatakan bahwa pihaknya siap mendukung pemberantasan ODOL terlebih karena dampak ODOL adalah kecelakaan lalu lintas.
“Saya mendukung pemberantasan ODOL di jalan tol. Apa yang kita lakukan hanya melaksanakan regulasi yang sudah ada sebelumnya. Jadi apa yang kita kerjakan memperkuat kembali komitmen untuk menjalankan beberapa regulasi yang sudah ada sebelumnya,” tegas Kakorlantas.
Selama 2019, ungkapnya, data pelanggaran lalu lintas yang terjadi sekitar 1.300.000, dan pelanggaran 136.000 atau 10% dilakukan oleh kendaraan yang kelebihan kapasitas dan dimensi tersebut. Awal dari pelanggaran di sini adalah perlambatan di jalan tol dan ruas-ruas jalan arteri. “Inilah yang menyebabkan kecelakaan massal dan fatal,” kata Istiono.
Oleh karena itu menurut Istiono, pelanggaran ODOL harus dikikis dari awal. “Antara Perhubungan dan Kepolisian tentunya sinergi untuk merealisasi dan melakukan penindakan secara tegas ke depan supaya penertiban ODOL bisa lebih baik. Tindakan sanksinya untuk Over Dimensi itu melanggar aturan pidana pasal 277. Itu hukumannya lebih kurang kurungan 1 tahun kemudian denda Rp24 juta. Saya berharap pengusaha tidak berusaha menambah dimensi dari kendaraan,” tambah Istiono.
Dalam acara tersebut hadir pula Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Polana B. Pramesti, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Danang Parikesit, Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Sambodo Purnomo, Dirlantas Polda Jawa Barat Kombes Pol Edy Junaidi, Kadishub DKI Jakarta Syafrin Liputo, Kadishub Provinsi Jabar Heri Antasari, dan Direksi CMNP Joko Sapto.(am)