JAKARTA (beritatruk)– Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mengecam sekaligus keberatan dengan kebijakan kewajiban rapid test bagi para Sopir truk logistik yang hendak memasuki suatu kawasan maupun wilayah, ditengah pandemi Cobid-19, lantaran biayanya harus ditanggung para Sopir.
Ketua Umum DPP Aptrindo Gemilang Tarigan mengatakan, kebijakan penetapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di suatu wilayah justru seharusnya tidak menghambat kegiatan logistik nasional.
“Mengada-ngada kalau ada embel-embel di suatu wilayah prihal kebijakan para Sopir Truk Logistik wajib lakukan rapid test. Apalagi kalau Sopir yang harus membayar atau dibebani kewajiban rapid test itu,” ujar Gemilang, pada Jumat (19/6/2020).
Dia mengatakan hal itu setelah menerima keluhan dari para pengusaha truk di Bali dan di Kalimantan Selatan, mengenai kewajiban Sopir Truk untuk melaksanakan rapid test oleh Pemprov maupun Dinas Kesehatan setempat, yang biayanya dibebankan kepada Sopir Truk Logistik.
“Kalau pemerintah atau pemprov yang menyelenggarakan atau mewajibkan rapid test tersebut mestinya gratis, bukan dibebankan kepada Sopir Truk ataupun pengusaha trucking,” kata Gemilang.
Dia mengatakan, kebijakan seperti itu berpotensi selain menghambat arus logistik juga menyebabkan biaya logistik jadi membengkak. “Apalagi biaya rapid test itu tidak murah bisa mencapai ratusan ribu rupiah setiap kali rapid test,” ujar Gemilang
Sebelumnya, ratusan sopir logistik yang akan menyeberang ke Bali menggelar protes di Terminal Sritanjung, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi. Mereka memprotes kebijakan ketentuan kelengkapan surat kesehatan berupa rapid test yang sangat mahal.
Para sopir melakukan aksi mogok dan tak mau menyebrang ke Bali. Mereka hanya duduk sembari berteriak memprotes kebijakan Pemerintah Provinsi Bali yang mempersyaratkan para sopir logistik menyertakan surat rapid test, jika ingin masuk daerah Bali.
Bahkan para Sopir Truk Logistik itu sempat menutup akses pintu keluar cek poin terminal Sritanjung.