BALI (beritatruk) – Pengusaha Truk di Provinsi Bali, mempersoalkan adanya pembatasan angkutan peti kemas melalui jalur darat Denpasar-Gilimanuk, baik dari sisi waktu maupun unit lantaran truk hanya diperbolehkan dari pukul 22.00-04.00 Wita.
Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Wayan Sukrayasa,S.E. mengatakan, disisi lain pengalihan angkutan peti kemas agar barang tujuan ekspor dari Denpasar melalui pelabuhan Benoa via Tanjung Perak juga dinilai kurang tepat.
“Selain memakan waktu lama juga ongkosnya lebih mahal. Ini akan berdampak pada biaya tinggi sehingga melemahkan daya saing,” ungkap Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Provinsi Bali Wayan Sukrayasa,S.E. didampingi Sekretaris Yudhi Permana usai rapat perdana jajaran pengurus periode 2020-2025, pada Jumat (12/6/2020).
Pihaknya mengaku siap mendukung kebijakan pemerintah dalam hal ini Dinas Perhubungan. Namun, imbuhnya, pengangkutan barang ekspor dengan angkutan laut dari Benoa – Tanjung Perak (Surabaya) belum didukung fasilitas yang memadai sehingga tidak efisien dan ekonomis bagi kegiatan logistik.
Menurutnya, ketidakefisienan itu jelas akan berdampak pada buyer bahkan kondisi barang bisa terganggu karena lamanya waktu pengiriman. “Kita masih belum tahu alasan pihak Perhubungan membatasi operasional angkutan barang melalui jalan nasional Denpasar-Gilimanuk,” ucapnya.
Kalau alasannya untuk mengurangi kerusakan jalan, menurut Sukrayasa hal itu kurang tepat. Karena kerusakan jalan Denpasar-Gilimanuk umumnya terjadi pada sisi kiri dampak dari adanya angkutan ODOL (Over Dimension dan Over Loading) dari arah Barat (Surabaya, Banyuwangi, Jakarta).

Direktur PT Bareksa Trans Cargo yang bergerak di bidang packing & shipping dan ekspor-impor ini menegaskan truk trailer sebagai pengangkut peti kemas sudah terdata baik berat kendaraan maupun muatannya secara internasional.
“Truk trailer tidak akan menjadi penyebab utama kerusakan jalan Gilimanuk-Denpasar,” ucapnya.
Solusi
Untuk itu, DPD Aptrinso Bali berharap pemerintah bisa membantu mencarikan solusi sehingga kegiatan yang mendukung kegiatan ekspor ini bisa berjalan lancar.
“Kita dalam waktu dekat akan melakukan audiensi dengan Bapak Gubernur untuk memperkenalkan pengurus baru sekalian minta solusi terkait adanya pembatasan tersebut,” ujar Sukrayasa yang sudah puluhan tahun terjun di bisnis ini.
Sementara Ketua DPD Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Bali, AA Bayu Joni meminta pengalihan peti kemas dari jalur darat ke pelabuhan Benoa agar dikaji kembali.
“Sebab Benoa belum siap baik dari sisi schedule maupun terbatasnya MLO. Kalau jalur darat ditutup, sementara Benoa belum siap ini akan menghambat ekspor Bali,” ujar dia.